BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lansia adalah bagian dari proses
tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang
dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua (Pujianti, 2003). Hasil
sensus yang dilakukan oleh SPAN (Sensus penduduk Aceh dan Nias), SUPAS (Sensus
Penduduk Antar Sensus) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut
lansia di kelompok umur 60-64 adalah 5,719,473; kelompok umur 65-69 adalah
4,183,147; kelompok umur 70-74 adalah 3,040,404; dan kelompok umur 75+ adalah
2,871,487. Perubahan komposisi penduduk lansia menimbulkan berbagai kebutuhan
baru yang harus dipenuhi, sehingga dapat pula menjadi permasalahan yang
kompleks bagi lansia, baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat.
Berbagai masalah fisik biologik, psikologik dan sosial, muncul pada lansia
sebagai akibat proses menua dan penyakit degenerative yang muncul seiring
dengan menuanya seseorang (Depsos, 2008). Periode selama usia lanjut, ketika
kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan pada waktu
kompensasi terhadap penurunan ini dikenal sebagai senescence yaitu masa proses
menjadi tua/penuaan.
Penuaan
adalah sutu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan terus-menerus,
dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI, 2001 dalam Maryam dkk, 2008).
Dari
proses penuaan ini pasti akan terjadi proses penurunan fungsi dari tubuh kita.
Mulai dari pengelihatan, pendengaran, perubahan postur tubuh, penurunan daya
ingat, penurunan sistem kekebalan tubuh, serta penurunan semua kerja dari
organ-organ yang ada pada tubuh seperti: jantung, paru-paru, ginjal, usus,
kulit, hati, dan organ lainnya (Mangoenprasodjo, 2005).
Maryam
(2008) menyatakan bahwa menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis
yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain: kulit mulai
mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan
pengelihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah,
serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul. Kemunduran lain
yang terjadi adalah kemunduran kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran
orientasi terhadap waktu, ruang tempat, serta tidak mudah menerima hal/ ide
baru. Seperti ketika diajak mengobrol terkadang lansia tidak tahu dengan apa
yang kita bicarakan, hal ini disebabkan karena konsentrasinya yang menurun atau
mungkin karena adanya gangguan pada pendengarannya. Terkadang juga ditemui
bahwa lansia sering kali lupa dengan suatu hal yang baru saja dilakukannya atau
biasa disebut dimasyarakat sebagai pikun. Hal ini merupakan suatu fenomena yang
terjadi akibat dari proses penuaan pada manusia.
Didalam
lingkungan sekitar sering sekali ditemui lansia dengan prevalensi kepikunan
jika usianya lebih dari 65 tahun. Hal ini disebabkan karena lansia sudah tidak
lagi memberdayakan otak kanan dan otak kiri secara seimbang. Sehingga kejadian penurunan progres daya ingat pada
lansia akan terjadi dengan cepat.
Beberapa kegiatan yang dapat
memberdayakan otak pada lansia anatara lain: bermain catur, mengisi TTS,
membuat kesenian, dan terapi brain gym. Brain
gym sendiri merupakan kegiatan sederhana yang dapat dilakukan setiap hari.
Karena fungsi brain gym adalah
melatih keseimbangan otak kanan dan kiri dan juga melatih koordinasi gerak
antara tubuh bagian kiri dan bagian kanan secara maksimal.
Untuk mengukur progres perkembangan
daya ingat pada lansia yang telah
menjalani terapi senam otak
nantinya akan digunakan sebuah instrumen. Instrumen penilaian status daya ingat tersebut adalah test daya ingat (terlampir). Yang berfungsi
sebagai alat ukur tingkat daya
ingat
lansia sebelum dan sesudah dilakukan terapi senam otak. Pengkajian status daya ingat ini dilakukan dalam
rangka mengkaji kemampuan
klien.
Karena terdapat fenomena yang
banyak mengenai pertumbuhan lansia dan kejadian kepikunan pada lansia yang kian
marak, maka peneliti tertarik untuk meneliti fenomena tersebut dengan
menerapkan Standar Operasional Prosedur senam otak. Agar peneliti mengetahui daya ingat pada lansia yang telah
mengalami terapi senam otak.
No comments:
Post a Comment